Berubahlah Jangan Menunggu Kekalahan


Apa yang disebut dengan rasa takut? Katakanlah ketika terjadi  Coronavirus Disease (covid-19) di seluruh dunia saat ini.  Takut selalu menyertai kita. Kalau secara ekonomi barangkali rasa takut adalah: Kita takut barang yang sudah kita beli ini tidak bisa kita jual lagi. Atau barangkali kita jadi takut karena tidak bisa membayar gaji pegawai karena ekonomi berhenti, karena adanya PSBB. Dan kemudian situasinya bisa berkembang menjadi lebih jauh.  Dimana potensi rasa takut yang belum menjadi kenyataan, tetapi bisa menjadi kenyataan.

Setelah berlangsung hampir 2 bulan (Pandemi Covid -19) maka masuklah kita ke tahap berikutnya barangkali menjadi riil yaitu rasa sakit. Takut adalah potensial  sedangkan sakit adalah riil. Namun demikian saya bisa mengatakan kepada anda bahwa pepatah juga mengatakan sebelum rasa sakit seseorang melebihi rasa takutnya, maka sesungguhnya manusia itu belum mau berubah.

Ini sesungguhnya adalah sebuah energi, energi perubahan. Energi perubahan itu justru datang dalam situasi seperti ini. Bukankah kita seharusnya sudah berubah sejak beberapa waktu yang lalu? Namun kita selalu tenang, lalu kita mengatakan itu tidak benar, kita mengatakan itu terlalu kecil, kita mengatakan bahwa itu tidak terjadi pada diri kita dan lain sebagainya.

Padahal sebagian orang sudah berubah dan bagi sebagian orang masih memiliki energi perubahan itu. Di mana kita sesungguhnya bisa memindahkan resource (sumber daya manusia) di sekitar kita. Bisa memindahkan aktivitas kita dan kemudian masuk lagi ke dalam sesuatu yang baru. Dan ini diperlukan komitmen,  konsistensi dan tentu saja kita harus mau hidup atau melakukan sesuatu yang tidak mudah

Tidak mudah kalau kita tidak pernah punya komitmen. Kita tidak akan memulai kalau kita tidak konsisten. Maka kita tidak akan pernah selesai. Tapi kalau kita maunya yang mudah tidak mau yang susah, makanya kita akan digerus oleh kompetisi, karena semua orang bisa melakukan hal yang mudah itu.

Jepang setelah porak-poranda mengalami krisis perang dunia kedua mereka kalah.  Kemudian bangkit dari rasa sakit yang begitu besar, dengan menciptakan produk-produk baru untuk melayani segmen di bawah yang orang-orang tidak bisa beli, apa itu sepeda motor. Sepeda motor dulu harganya lebih mahal daripada mobil. Tapi Jepang membuat sepeda motor 50 cc murah sekali.

Kemudian mereka juga membuat mobil yang kita kenal dengan bemo. Mobil Jepang itu hanya mobil bemo.  Tapi kalau mereka tidak melalui tahapan itu mereka tidak bisa membuat mobil mewah. Kemudian kita juga menyaksikan sony. Sony adalah produsen yang juga awalnya membuat radio murah. Radio dulu saja besar-besar dan mahal. Kemudian Sony membuat radio transistor dengan batu baterai yang sifatnya portable dapat dibawa untuk ronda atau jualan di warung. Sehingga kemudian tukang rokok di warung-warung bisa mendengarkan lagu The Beatles saat itu.

Jadi melakukan sesuatu upaya untuk melayani segmen di bawah ini menjadi sangat penting sekali. Betapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan tidak bisa konsumsi karena harga, mungkin ada tetapi mahal dan tidak cukup bagi mereka. Tapi kalau kita bisa melayani segmen di bawah, maka ini adalah suatu masa depan baru. Tentu saja biaya produksi adalah tidak murah dan kita harus mau susah. Sebab sesungguhnya disrupsi itu terjadi untuk melayani yang di bawah, nonuser menjadi user.

Oleh karena itu saya ingin mengingatkan kita kembali, sebelum rasa sakit manusia melebihi rasa takutnya kita belum mau berubah. Inilah saatnya kita berubah, karena saat ini benar-benar telah menyakitkan kita. Begitu sakit kita, karena kita khawatir terhadap hari esok kita. Dan oleh karena itu, mari kita hargai para pelaku usaha kecil yang kemungkinan besar mereka bisa melakukan inovasi.

Di dunia pendidikan, kita juga harus melakukan hal yang sama, yaitu melakukan perubahan. Kecil bagi kita, tetapi bisa bermakna besar dan luar bisa bagi peserta didik kita. Lakukanlah perubahan pada diri kita untuk melakukan inovasi. Ikuti perubahan dengan komitmen tinggi, konsistensi, serta kita mau melakukan hal yang tidak mudah dan sangat susah, yaitu belajar memanfaatkan informasi dan teknologi sebagai media pembelajaran.

Karena kalau kita saat ini tidak dekat dengan namanya dunia teknologi pembelajaran atau "merasa aman pada zona nyaman", maka sesungguhnya kita telah berada pada situasi yang disebut "kekalahan." Ayo kita berubah! Jangan sampai kalah dengan peradaban itu sendiri. Jika kita sebagai agen perubahan, maka mental pecundang harus dilenyapkan. Bangkit dan berubahlah! Semoga kita termasuk orang yang mau berubah, mau belajar susah dan berbuat sesuatu untuk melayani kaum melenial secara komitmen dan konsisten.  Wallahu a'lam.

Bekasi,  8 Mei 2020


Yan Supyanto

Komentar

  1. Ayo Kita Berubah... Lakukan yang terbaik sebelum rasa takut, sakit dan .....

    BalasHapus
  2. Terima kasih bp H. Supiyanto
    Tetap semangat melakukan yang terbaik untuk perubahan demi kemajuan anak didik tersayang
    Sehat, semangat dan berprestasi Aamiin🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menciptakan Pola Belajar Efektif dari Rumah

Bahan Untuk Renungan

Kebencian itu Seperti Bau Tomat Busuk