Anak adalah Pelanggan

 

Apa yang menyenangkan bagi anak? Hal ini pernah saya tanyakan kepada beberapa anak di suatu sekolah. Anak tersebut ikut jemputan -transportasi- yang disediakan oleh sekolah.

 

Apa jawaban mereka? Saya sempat terperangah mendengar jawaban anak tersebut. Kenapa? Karena jawaban anak tersebut jauh dari apa yang saya prediksi.  Jawaban mereka adalah:

 

Pertama, yang paling menyenangkan bagi anak adalah: Setelah berangkat dari rumah sebelum sampai di sekolah.

 

Anda ngga usah tersinggung ya! Santuy saja. Saya punya bukti. Sebagian dari anak itu ternyata senangnya hanya di jalan.

 

Lalu mengapa dia tidak senang di rumah? Apakah orang tua di rumah terlalu sibuk dengan pekerjaannya? Bisa jadi.

 

Atau karena ia cuek dan kurang perhatian alias masa bodoh. Ini juga bisa terjadi. Memang mendidik anak sendiri jauh lebih susah dari mendidik anak orang lain.

 

Yang jelas anak merasa borring di rumah. Anak ingin segera berangkat ke sekolah. Padahal kalau kita menganut paham Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan yang pertama dan utama itu ada di keluarga.

 

Apalagi, pada musim pandemi korona ini.  Banyak orang tua yang mengirimkan pesan kepada guru.  Isi  kabar adalah tentang keluhan mengajar anaknya sendiri. Selain berpesan, orang tua juga bertanya kapan sekolah akan dimulai lagi?

 

Lantas apa yang salah dengan pendidikan keluarga. Setelah anak cerita ternyata di rumah hanya berdua dengan pembantu. Karena kedua orang tuanya bekerja di Jakarta. Berangkat pagi sekali dan pulangnya cukup malam. Itulah salah satu alasan anak ngga betah di rumah.

 

Kedua yang paling menyenangkan bagi anak adalah: Setelah pulang dari sekolah sebelum sampai di rumah.

 

Mengapa anak tidak senang di sekolah? Habis gurunya nanya melulu. Nanya apa? Pelajaran apa hari ini? Sampai tema berapa? Sub tema apa? Pembelajaran berapa? Ada  PR ngga? Tentang apa? Terus Jelasin sebentar.  Setelah itu kerjakan latihan hal 26 – 27 nomor 1 sampai 15.

 

Atau,  bu guru nyuruh teman saya nulis di papan tulis. Saya mencatat di buku tulis. Oh itu mah CBSA donk.  Apa itu CBSA? Catat buku sampai abis.

 

Malahan ada kejadian seperti ini:

 

Bu Guru       : “ Buka bukunya halaman 95!”  

Anak-anak  : “Bu guru itumah kan sudah dipelajari minggu yang lalu.”

Bu Guru       :  “Hah… sudah dipelajari. Kalau begitu lanjutkan ke halaman 96!”

Anak-anak  : “Halaman 96 gambar bu Guru. “

Bu Guru       : “Kalau begitu halaman 97 saja ya anak-anak!”

Anak-anak  : “Halaman 97 daftar pustaka bu guru.!!!!”

 Bu Guru      : ????

 

Itumah kejadian di negara antah berantah.  Bukan di Indonesia. Guru Indonesia tidak ada yang berperilaku seperti itu.

 

Lantas saya lanjutkan bertanya. Kenapa anda senang di jalan? Anak menjawab. Karena di jalan bisa bercanda. Bisa ngobrol. Bisa bertukar pengalaman.

 

Selain itu Om Jemputan – sopir- baik sekali. Dia mah baik sekali. Kalau diminta nungguin dia nungguin. Tidak pernah marah dan tidak pernah ngomelin.

 

Kalau disuruh berhenti dulu, dimana saja dan kapan saja–kaya iklan sebuah produk- Om itu mau saja.  Bahkan sering nawarin jajan, makanan dan lain-lain. Pokoknya Om Jemputan baik hati dan tidak sombong. Rajin menabung lagi. He..he…he…

 

Kalau begitu guru dan orang tua harus belajar kepada sopir jemputan. Om Jemputan itu memahami perasaan anak.  Empati kepada anak. Dia menyayangi anak.

 

Karena Om Jemputan menganggap bahwa anak adalah pelanggan. Anak  adalah raja. Seperti pepatah mengatakan pembeli adalah raja. Anak bagi Om Jemputan adalah asset yang harus dipelihara.

 

Karena dialah yang menjadi sumber pendapatannya. Karena itu ia pelihara dengan baik. Dengan harapan anak-anak tidak pindah kepada jemputan yang lain.

 

Begitu juga dalam mengelola sekolah. Sekolah harus fokus kepada pelanggan. Terutama kepada pelanggan ekternal. Siapa itu Pelanggan ekternal? Yang dimaksud pelanggan ekternal adalah siswa, orang tua, masyarakat, lingkungan, dunia indusrti dan lain-lain

 

Pelanggan itu adalah raja. Yang harus dipelihara dan dikelola dengan baik. Karena kepuasan pelanggan akan mendapatkan keuntungan bagi pengelolanya.

 

Kalau sekolah ingin maju jadikan anak seperti pembeli. Pembeli adalah raja. Karena kalau penjual tidak memperlakukan pembeli dengan baik, maka pembeli akan lari ke penjual yang lain.

 

Karena itu layani anak dengan sebaik-baiknya. Dengan sepenuh hati. Kuncinya adalah bagaimana sekarang orang dewasa untuk melayani anak dengan sebaik-baiknya.

 

Baik di lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Agar anak dalam belajar merasa aman, nyaman dan terlindungi. Seperti memperlakukan seorang penjual terhadap pembelinya. Wallahu’alam.

 

Bekasi, 21 Mei 2020

 

 

Yan Supyanto

 

 

Komentar

  1. Coba kalau nanyanya ke anak yang di anter sama orang tuanya ,sama neneknya atau yang jalan dari rumah sendiri gak bawa uang jajan karena gak ada , kadang gurunya yang ngasih uang jajan pasti jawabanya beda.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menciptakan Pola Belajar Efektif dari Rumah

Bahan Untuk Renungan

Kebencian itu Seperti Bau Tomat Busuk