"Guru" Sosok Yang Dirindukan
Minggu-minggu ini di media sosial viral tayangan video pendek, yang menyatakan kekangenan anak ingin masuk sekolah. Lihat saja tayangan video ini, seorang anak yang menangis karena kangen kepada gurunya. Kangen kepada teman-temannya. Kangen terhadap lingkungan sekolah yang menyenangkan. Anak sudah bosan dengan kegiatan yang seperti ini terus, anak sudah kangen dengan kegiatan hariannya di sekolah.
Apakah ini sebuah pertanda bahwa pembelajaran dari rumah mempunyai banyak kelemahan? Apakah pembelajaran di rumah itu menjenuhkan? Apakah pembelajaran dari rumah itu monoton dan tidak menyenangkan?
Kalau ingin jawaban yang valid tentu harus diadakan survey atau penelitian tentang efektivitas pembelajaran dari rumah.
Saya ingin menyoroti dari sisi lain, tentang kondisi pembelajaran dari rumah. Pembelajaran dari rumah pada umumnya ditandai dengan beberapa indikator sebagai berikut:
Pertama, Minimnya pengetahuan orangtua dalam mendampingi putra-putrinya belajar. Orangtua tidak berdaya dengan metode pembelajaran yang mesti dilakukan saat pembelajaran dari Rumah. Sebagian besar orangtua tidak pernah dididik tentang ilmu didaktik dan metodik.
Kedua, Keterbatasan alat dan media yang dimiliki oleh orang tua di rumah. Tidak semua orangtua memiliki gadget atau HP sebagai media yang digunakan dalam pembelajaran jarak jauh.
Ketiga, Orangtua tidak memiliki waktu cukup untuk mendampingi putra-putrinya, karena disibukkan dengan tugas rutinnya. Orangtua banyak yang sibuk mengurus kegiatan rumah tangganya, sehingga mereka lupa akan tugas barunya.
Ketiga hal tersebut di atas setidaknya menjadi argumen mengapa anak tidak senang belajar dari rumah. Mari kita tinjau aktivitas yang biasa dilakukan anak di sekolah. Sekolah adalah sebuah institusi yang dirancang dan didesain untuk terlaksananya pembelajaran. Di sekolah dihadirkan guru-guru yang telah dididik dan dilatih oleh lembaga professional yang dinamakan Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Tidak heran karena keprofesionalannya, seorang guru selalu diidolakan dan dirindukan kehadiranya oleh anak didiknya. Bagi anak, guru adalah orangtua kedua. Meski guru dianggap sebagai orangtua kedua, tetapi dalam implementasinya tidak jarang anak didik lebih senang dan lebih suka curhat kepada guru, dibanding dengan orangtuanya. Banyak anak yang nyaman mencerikaan kejadian-kejadian di rumah kepada gurunya.
Bagi anak, ucapan dan perilaku guru lebih dijadikan panutan dari pada ucapan orangtuanya sendiri. Karena anak lebih percaya kepada guru dibandingkan dengan kedua orangtuanya.
Pendidikan dari rumah dapat dilaksanakan. Tetapi kehadiran guru, tidak dapat tergantikan dengan media apapun. Guru adalah kurikulum hidup, yang selalu menginspirasi, menjadi contoh dan teladan bagi anak-anak. Meski di rumah orangtua mereka bergelar sarjana, magister, doctor bahkan profresor, tetap mereka membutuhkan yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Selain itu, anak-anak juga mahluk sosial. Sewaktu di sekolah mereka memiliki banyak teman. Mereka senang berinteraksi dan bersosialisasi. Ruangan dan halaman sekolah luas untuk bermain. Mereka bisa bebas melakukan bermacam-macam permainan.
Meraka kangen akan teman-teman sekelasnya. Mereka selalu bertukar pengalaman dalam suka dan duka. Mereka bergaul bersama. Kadang makan bersama. Keseruan yang mereka lakukan di sekolah, sangat diharapkan kkehadirannya. Selama ini tidak didapatkan di rumah.
Semoga Coronavirus (Covid-19) cepet berlalu, sehingga anak-anak bisa kembali menemukan dunianya. Yaitu dunia sekolah, dunia yang menyenangkan dan mengasyikan. Selain di sekolah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, sekolah adalah sarana yang tepat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Bekasi, April 2020
Yan. Supyanto

Komentarnya mana?
BalasHapus